RSS

seberapa penting pendidikan ?

Gue baru sadar kenapa ortu gue sangat ingin gue bisa sekolah sampai sarjana, karna pengalaman ini lah, gue berterima kasih Tuhan telah memberi gue ortu yg mampu menyekolahkan gue sampai sekarang,
Ceritanya dimulai ketika gue mulai melakukan hobi baru gue, yaitu menjadi seorang “bagpacker” πŸ˜€
Gue punya keinginan menjadi seorang bagpacker sejak smp ketika gue mendapat teman baru yg berasal dari kalimantan, dia bercerita bahwa dia sering berpindah2 kota mengikuti ayah nya yg sering ditugaskan perusahaan nya pindah dinas di berbagai kota, dia bilang awal nya itu sangat menyebalkan karna dia tak pernah bisa mempunyai seorang sahabat, tapi lama kelamaan dia mulai terbiasa bahkan menikmatinya karna dia melihat bahwa di setiap kota yg dia kunjungi memiliki budaya, bahasa, dan cara hidup yg berbeda2, komentar terakhir nya itulah yg menggelitik gue untuk pergi, tapi bukan dengan cara dia yg membawa serta keluarga nya, ntah kenapa gue tertarik untuk pergi seorang diri tanpa jasa tour guide atau sebatas naik travel, yg gue mau gue berjalan dan menaiki transportasi yg ada serta bertanya langsung dengan masyarakat sekitar.
Awalnya gue cuma berani pergi di sekitaran wilayah lampung tempat gue tinggal, itupun baru berani saat SMA, hehe, dan ketika gue berhasil pulang dengan tanpa kecopetan atau hal buruk lainnya, rasanya benar2 puas menjadi seorang manusia yg tinggal di bumi, menikmati tegang nya perjalanan karna takut di culik (bahkan takut di perkosa) sembari menikmati pemandangan yg disuguhkan Tuhan, Luar Biasa. Dan cerita ini gue alami dari salah satu perjalanan gue kemarin ke daerah jawa barat, jujur saja, meski gue sudah pernah sampai bali, gue belum pernah sekalipun mampir di daerah jawa barat, benar2 blank, X)
—————————–
Awal nya gue hanya jenuh dengan rutinitas yg ada dan bermaksud pergi ke Trans Studio Bandung, tapi lagi2 naluri jalan2 gue tergoda untuk dilaksanakan, alhasil dari lampung gue singgah di jakarta terlebih dahulu, setelah puas berkeliling gue lanjut ke daerah karawang, tepat nya karawang barat, kalau tidak salah desa cibalong sari. Desa ini bukan merupakan desa terpencil, pendidikan juga merupakan hal yg sudah lumayan terlaksana dengan baik, tapi ntah kenapa status gue sebagai seorang mahasiswa ternyata terasa istimewa bagi mereka, mereka menganggap mahasiswa itu adalah kalangan atas yg bisa berfoya-foya, (wah, mereka belum tau saja kebiasaan gue yg suka makan tempe dan tahu karna sering nya tidak ada lauk di rumah). Selama gue disana gue diperlakukan sangat baik, gue numpang tinggal di sebuah rumah warga, sepasang suami istri yg baik hati dan tidak mempunyai anak. Saat itu malam minggu, gue iseng aja keluar dan melihat kegiatan muda mudi disini, ternyata sepi sekali remaja seumuran gue yg terlihat, kebanyakan dari mereka jalan2 ke karawang kota atau sekedar nongkrong di luar kompleks perumahan, yg bagi gue yg tidak berkendaraan itu lumayan jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki, tadi nya gue bermaksud pulang, tapi ternyata gue salah jalan dan melewati sebuah lapangan bola yg lebih kecil dari ukuran semestinya, gue melihat banyak anak kecil disana, daripada bengong di rumah baiknya gue bergabung saja dengan anak2 itu. Ketika gue deketin ternyata mereka sedang membangun tenda dan akan membuat api unggun, gue dekati salah satu nya yg gue kenal karna tinggal di sebelah rumah yg gue tempati saat itu, nama nya diki.
“Diki lagi apa ?”
“Lagi maen kemah kemahan a” katanya,
“Aa bantu ya” kata gue.
Lalu seorang temannya dateng ke gue,
“Aa teh yg anak kuliah itu ya?”
“Iya ..” Jawab gue sambil senyum,
“Kuliah teh ngapain atuh a, sama kayak sekolah SD ?”
“Sama ..” Kata gue lagi,
“Terus ngapain kuliah kalo sama, aa belajar di SD 02 aja” katanya sembari menunjuk SD nya itu, “memang kuliah belajar tentang apa ?”
“Banyak,” jawab gue sekenanya,
Lalu diki nyeletuk dari balik tenda yg rubuh, “diajarin cara bangun tenda gak a ?”
Gue senyum aja, “iya diajarin, bahkan nanti diki diajarin membangun karakter diri”
“Apa itu karakter diri ?”
Lalu gue deketin tuh anak, gue pegang pundak nya, (bukan adegan mesra loh) lalu gue bilang, ” diki tau diki itu siapa ?” Dia malah tertawa lalu menjawab, “diki teh ya diki a, anak nya mama iis sama papa asep,”
Gue ikut senyum denger nya, gue bilang lagi, “diki tau harus bagaimana ketika marah ? Diki tau harus bagaimana ketika sedih atau senang ?”
“Lempar barang kalo gak nangis, kalo seneng ya ketawa,” jawabnya,
“Semua itu ada aturan nya, kalo kita marah harus jaga omongan, kalo kita sedih harus jaga hati jangan sampai membenci, kalo kita senang juga harus berbagi”
“Oh gitu ya a” katanya lalu lari ke arah teman teman nya yg sedang mengumpulkan kayu, tanpa gue duga dia teriak ke teman teman nya, “woy kalo udah gede kita gak usah kuliah, ribet banyak aturannya, mau marah aja diatur dulu”
Dan gue cuma terduduk pasrah, tapi kemudian gue senyum sendiri, pendidikan itu memang penting, benar2 penting untuk membuka pemahaman kita terhadap sesuatu, ada yg tidak setuju ? πŸ˜€

 
7 Komentar

Ditulis oleh pada September 30, 2011 inci Uncategorized

 

ADA KUPU-KUPU (ADA TAMU)

Hai para bloggers, πŸ™‚ saya masih baru di sini, belum punya banyak pengalaman dalam menulis, tapi saya suka, awalnya hanya sekedar suka, tapi makin lama makin menjadi hobi, menulis bagi saya adalah sebuah tantangan di mana saya harus membuat suatu tulisan yang menarik dan tidak membuat pembaca bosan, atau bahkan saya sebagai penulis nya pun bosan ketika harus membaca itu untuk ke dua kali nya, πŸ˜€

ada kupu-kupu ada tamu, ini adalah sebuah cerpen karangan seorang penulis yang saya lupa nama nya, di sini cerpen ini saya tulis ulang dengan gaya saya tanpa harus mengurangi maksud asli dari cerita tersebut, maaf jika masih banyak kekurangan ..

———————————————————————–

aku berada di sini, di mana keadaan mengadu ku dengan mimpi …

apa dan bagaimana telah aku jalani, bahkan terseok pun aku tetap berusaha sampai,

sampai di sini …

taman di depan rumah kami kecil, tapi penuh dengan bunga-bunga. aku tak pernah tau nama-nama bunga, toh bagiku semua bunga itu indah. kita tak perlu nama-nama untuk mencapai keindahan. dari masa kecil masih ku ingat lagu itu, ” ….mawar melati, semuanya indah!” aku sedang duduk di teras rumah, merasakan hangat matahari pagi menerpa kulitku. aku sedang berpikir tentang keberadaan bunga-bunga — ketika kupu-kupu itu lewat, datang, pergi, dan datang lagi.

wah, sepertinya akan ada tamu, bukankah begitu ? ada kupu-kupu berarti ada tamu ?

setelah itu, sambil memandang kupu-kupu aku berfikir tentang tamu. jangan-jangan mau pinjam uang pikirku. tapi kupu-kupu itu bagus, berwarna biru terang, dengan kerlip kekuningan di kedua sayapnya, pasti dia membawa keberuntungan. hidup ini penuh teka-teki, ku lihat kupu-kupu itu, apakah arti hidup bagi seekor kupu-kupu ? bunga-bunga dan kupu-kupu, aku tak tau mengapa kita harus sibuk dengan tanda-tanda. tamu macam apakah yg akan datang itu ? sambil menebak-nebak aku menyadari betapa selalu kurang segenap pengetahuan yg telah kita pelajari, bahkan untuk memperkirakan kejadian yg hanya sedetik di depan kita.

istriku pergi ke dapur, dia mulai memasak. dia yakin tamu yg akan datang itu pasti membawa keberuntungan. karena itu dia merasa layak mempersiapkan sebuah penjamuan. seolah-olah mau ada pesta.

kupu-kupu itu terbang tinggi, lantas merendah lagi, kemudian pergi. tinggal bunga-bunga di taman kami yg bergerak gerak tertiup angin. ku hirup udara pagi, ku buka pintu pagar. ku rapikan kerikil-kerikil di taman, dan seperti masih kurang, aku menuju tikungan jalan, menengok-nengok, siapa tau tamu itu sudah kelihatan memasuki gerbang kompleks perumahan.

kami berdua sedang duduk di beranda ketika kupu-kupu lain terbang melewati pagar, merendah dan hinggap di salah satu bunga di taman. wah kupu-kupu ini buruk sekali, bulukan lagi. “sial .. sial kita” kata istriku. dengan berang dan kecewa diusirnya kupu-kupu itu dengan penggebuk kasur. “huuss.. huuss..”

setelah sekian lama kami menunggu, aku mulai menduga-duga lagi, “jadi ada 2 tamu ya ?”,”ya satu membawa keberuntungan yang satu lagi membawa sial ..” kata istriku.

mendadak dari balik pagar muncul seekor kupu-kupu. kemudian seekor lagi, seekor lagi, dan seekor lagi. kami terperangah. puluhan,ratusan, bahkan barangkali beribu-ribu kupu-kupu aneka warna beterbangan disekitar kami. istriku memegang tanganku sambil berteriak. aku hanya bisa mendengar tak bisa melihatnya lagi.

“aku sudah tau, aku punya firasat” kataku,

“apa firasat mu ?” , “malaikat maut yg datang” jawabku,

“itu belum pasti”

“aku yakin sekali!”

“mudah-mudahan bukan, aku belum siap mati !” istriku bergetar.

“berdoalah sekarang, bertobatlah, tamu yg kita tunggu-tunggu sudah datang!”

“aku belum siap, aku belum naik haji, aku bahkan belum mandi wajib, ingatkah teriakan nikmat mu semalam ?” kata istriku,

berjuta kupu-kupu memenuhi pandanganku, ku rasakan pegangan istriku terlepas. aku mencoba berteriak memanggilnya, tapi tak ku dengar lagi suaraku sendiri,

lalu tamu itu benar-benar datang, dia menyapaku “assalamualaikum …”

(bagi saya memepercayai hal yang belum pasti hanya menimbulkan harapan – harapan kosong dan menghabiskan banyak waktu, bagaimana menurut anda teman ? )

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada September 30, 2011 inci hanya sebuah cerita

 

ratapan kita, (orang tak punya)

kali ini adalah salah satu catatan di facebook saya yang sangat saya sukai, kisah saya sendiri yang sudah saya dramatisir sedikit, hehehe πŸ˜€ selamat membaca …

*********************************************************************

hanya sajak anak kecil,

hanya rong-rongan anak manja ketika keinginannya tak terpenuhi,

itulah gambaran catatan ini . . .

tak berirama,seperti diriku yg ketika itu bak dawai gitar yg saat dipetik bernada sumbang,

tapi saya tak kenal kata malu,

tangan saya terus menari-nari menulis kata-kata yg membuat mata perih ketika membacanya,

suatu hari saya terbangun dari tidur,

“ma,minggu depan lebaran.?”

“lantas kenapa.?” berlagak polos pula ibu ini,

“bajuku usang sekali . .”

tersenyum,ibu tersenyum,

“doalah nak,kita dapat uang banyak,nanti sepulang kerja kita beli macam apapun baju yg kau ingin beli,”

“benar ma.?”

“iya . . .”

tak pernah saya meragukan satu huruf yg berselancar dari lidah mama,maka bergegas saya keluar kamar menyambar anduk lalu menutup pintu kamar mandi,

belum lah pula melepas pakaian dibadan,bibir saya tak bisa berhenti tersenyum,saya berfikir : hmm,tahun ini saya tak perlu malu keluar rumah,saya akan punya baju baru,,BAJU BARU.!

“mama berangkat dulu . .”

ah mama,tak pahamkah anaknya sedang berkhayal disini.?

“iya ma,cepat pulang . . .”

cepat pula saya menuntaskan memandikan badan dekil ini,

………………….

…………………..

2jam dari jam pulang mama,kemana.? kenapa belum sampai.?

saya melongok ke cermin,tersenyum sendiri,

wah baju yg saya kenakan adalah baju lebaran 3 tahun lalu,baju terbaik di lemari reot saya . . .

masih bagus,walau warnanya sedikit pudar,

hmm,ayolah ma pulang,tak kau lihatkah anakmu begitu tampan bagai artis terkenal . . .

“assalamualaikum . ..”

“ma ayolah kitΒ  . . . a . . kenapa pula ma.?”

saya lihat lebam-lebam tubuh mama,

“mama di pasar tidak dapat uang,dagangan ini tidak laku,lantas mama berfikir untuk brkeliling menjajakan dagangan mama,tapi mama terserempet motor,uang tak dapat,daganganpun hancur semua,”

saya diam,

setelah mengambil air hangat dan handuk kecil saya kompres luka mama,

“kenapa kau diam.? kecewa kah.?”

“tidak . .. ” hanya itu yg keluar dari mulut bodoh ini,

“kenapa kau pakai baju bagus mu.?” “hanya ingin mencoba,takut sudah tak cukup lagi” bohong,

dialog selesai,

saya berjalan masuk ke kamar,dan saya tak tau apa yg dilakukan mama di ruang tamu yg sumpek itu,

rasanya sesak dada saya,terbayang sorotan sinis teman2 ketika tahun kemarin saya berangkat solat id dengan baju penuh tambalan dimana2,ingin saya lempar kepala mereka dengan batu karang,

mata saya panas,mengapa pula saya menangis.? tak saya hargai kah usaha mama,ah dunia gelap sekali,tak ada kah tetesan sayang tahun ini.? benar2 gulita,saya tertidur . .

hari menjelang magrib ketika saya bangun,tak saya jumpai mama di dapur,hanya tempe goreng,kerupuk dan sambal untuk berbuka puasa,dimana mama.?

terdengar derik – derik mesin jahit tua punya mama,benar mama disana,membuat sesuatu,saya hampiri,

“sedang apa.?” “ini . .” mama memberi sebuah baju,bagus meski tampak ada sedikit bercak di kerahnya . .

“ini baju papa mu dulu ketika masih ada,baju kesayangannya,kau sudah besar,jadi mama kecilkan sedikit baju papa mu,dan mama kira segini cukup,cobalah . .”

saya lihat gambarannya di depan cermin,hmm,bagus,saya tampak gagah,bak melihat papa di diri saya sendiri,

“kau persis papa mu,”

saya berlari ke kamar,mengobrak abrik kasur saya hingg paling bawah,dan saya menemukannya,sebuah jilbab yg saya beli dengan uang hasil mengamen sebulan,saya hampiri kembali mama,”ini,pakailah . .” “darimana kau . .” “sudah pakai saja ma,”

kami saling pandang,mama dengan jilbab barunya,saya dengan baju baru papa,

tebayang oleh saya sorotan sinis teman2,bukan lagi karna tambalan di baju saya,tapi karna saya tampak lebih tampan dan gagah dari mereka,

“JADILAH KITA LEBARAN TAHUN INI MA . . .”

ha ha ha ha . . ..

ini cukup,cukup hanya saya dan mama . . .

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada September 29, 2011 inci hanya sebuah cerita